KITAB SIRRUL ASROR BAB 14
PENYUCIAN DIRI
PENYUCIAN DIRI
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Dua jenis penyucian: Pertama 
zahir, ditentukan oleh peraturan agama (Syari'at) dan dilakukan dengan membasuh tubuh badan 
dengan air yang bersih. Keduanya ialah penyucian batin,  dengan 
menyadari kekotoran di dalam diri, menyadari dosanya dan bertaubat dengan 
ikhlas. Penyucian batin memerlukan perjalanan kerohanian dan dibimbing oleh guru 
kerohanian. 
Menurut hukum dan peraturan 
agama, seseorang menjadi tidak suci dan wudlu menjadi batal jika keluar sesuatu 
dari rongga badan. Ini perlu diperbarui dengan wudlu. Dalam hal keluar mani 
dan darah haid mandi wajib diperlukan. Dalam hal lain, bagian tubuh yang 
terdedah - tangan, lengan, muka dan kaki - mesti dibasuh. 
Mengenai pembaharuan 
wudlu Nabi s.a.w bersabda, "Pada setiap pembaruan wudlu Allah perbarui kepercayaan hamba-Nya yang cahaya iman digilap dan memancar 
dengan lebih bercahaya". Dan, "Mengulangi 
bersuci dengan wudlu adalah cahaya di atas cahaya". 
Kesucian batin juga bisa hilang, mungkin lebih kerap daripada kesucian dzahir, dengan sifat buruk, buruk perbuatan dan sifat yang merusakkan seperti sombong, takabur, menipu, 
mengumpat, fitnah, dengki dan marah. Perbuatan secara sadar dan tidak sadar 
memberi kesan kepada roh: mulut yang memakan makanan haram, bibir yang berdusta, 
telinga yang mendengar umpatan dan fitnah, tangan yang memukul, kaki yang 
membawa kepada kejahatan. Zina, yang juga satu dosa, bukan saja dilakukan dengan alat kelamin. Nabi s.a.w bersabda, "Mata juga 
berzina". 
Bila kesucian batin 
ditanamkan demikian dan wudlu kerohanian batal, membarui wudlu demikian adalah 
dengan taubat yang ikhlas, yang dilakukan dengan menyadari kesalahan sendiri, 
dengan penyesalan yang mendalam disertai oleh tangisan (yang menjadi air yang 
membasuh kekotoran jiwa), dengan berazam tidak akan mengulangi kesalahan 
tersebut, berhasrat meninggalkan semua kesalahan, dengan memohon keampunan 
Allah, dan dengan berdoa agar Dia mencegahnya dari melakukan dosa lagi. 
Sembahyang adalah menghadap 
Tuhan. Berwudlu, supaya berada di dalam keadaan suci, menjadi syarat untuk 
bersembahyang. Orang arif tahu penyucian dzahir saja tidak cukup, karena 
Allah melihat jauh ke dalam lubuk hati, yang perlu diberi wudlu dengan cara 
bertaubat. Firman Allah: 
هٰذا ما توعَدونَ لِكُلِّ أَوّابٍ حَفيظٍ ﴿٣٢﴾
Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya).. (Surah Qaaf, ayat 
32). 
Penyucian tubuh dan wudlu zahir terikat dengan masa karena tidur membatalkan wudlu. Penyucian ini terikat 
dengan siang dan malam bagi kehidupan di dalam dunia. Penyucian alam batin, 
wudlu bagi diri yang tidak kelihatan, tidak ditentukan oleh masa. Ia untuk 
seluruh kehidupan - bukan saja kehidupan sementara di dunia tetapi juga 
kehidupan abadi di akhirat. 
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة



Saya senang sekali dengan materi2 " Sirru Asror", karena baru pertama kali menemukannya & membacanya, matur suwun semoga bermanfaat.