gambar

Blog Archives

Twitter Sufisme News

Minggu, 10 Juli 2011

7 : JANGAN RAGU TERHADAP JANJI ALLAH

AL-hikam 7 : JANGAN RAGU TERHADAP JANJI ALLAH


JANGAN SAMPAI MERAGUKAN KAMU TERHADAP JANJI  ALLAH,  KARENA TIDAK TERLAKSANA APA YANG TELAH DIJANJIKAN, MESKIPUN TELAH TERTENTU (TIBA)   MASANYA, SUPAYA KERAGUAN ITU TIDAK MERUSAKKAN MATA HATI MU DAN TIDAK MEMADAMKAN CAHAYA SIR (RAHSIA ATAU BATIN) KAMU.

Allah s.w.t menjanjikan untuk menerima semua doa. Hamba sudah sangat kuat dan rajin berdoa. Hamba berdoa agar diselamatkan dari suatu musibah. Masanya musibah itu sudah tiba, tetapi keselamatan daripadanya tidak tiba. Timbul keraguan dalam hati hamba itu, tentang janji-janji Allah s.w.t.

Sebagian orang beriman diuji dengan penerimaan atau penolakan doa, dan sebagian yang lain diuji dengan tertunai atau tertahan janji Allah s.w.t. Janji Allah s.w.t ada dalam bentuk umum dan ada dalam bentuk khusus. Janji umum banyak terdapat di dalam al-Quran seperti janji surga terhadap orang yang berbuat kebajikan, janji neraka terhadap orang yang durhaka, janji ketinggian darjat bagi orang yang berjihad pada jalan Allah s.w.t, janji kekuasaan di atas muka bumi terhadap orang yang beriman dan beramal salih, dll. 


Di dalam surah an-Nisaa’ ayat 95 Allah s.w.t  menjanjikan ganjaran yang besar kepada orang yang berjihad pada jalan-Nya. Dalam surah an-Nur ayat 55 Allah s.w.t menjanjikan kepada orang yang beriman dan beramal salih bahwa mereka akan dijadikan khalifah di bumi, Dia akan teguhkan agama mereka dan Dia akan hilangkan ketakutan mereka.

 Banyak lagi janji Allah s.w.t yang boleh ditemui di dalam al-Quran. Janji-janji Allah s.w.t secara umumnya berkaitan dengan amal, sesuai dengan sunnatullah yang menguasai perjalanan kehidupan. Ada juga janji secara khusus kepada orang-orang tertentu, misalnya melalui mimpi atau suara ghaib. Orang yang beriman dengan Allah s.w.t percaya kepada janji-janji-Nya. Janji Allah s.w.t menjadi pendorong kepada mereka untuk bekerja kuat, beramal salih dan berjihad pada jalan-Nya. 


Allah s.w.t tidak sekali-kali akan memungkiri janji-janji-Nya. Di dalam golongan yang percaya kepada janji-janji Allah s.w.t itu ada segolongan orang  yang berpenyakit, seperti yang dialami oleh segolongan orang yang berdoa kepada Allah s.w.t. Orang yang berdoa membuat tuntutan dengan doanya dan orang yang percaya kepada janji Allah s.w.t membuat tuntutan dengan amalnya, kerana Allah s.w.t berjanji memberinya sesuatu menurut amalannya.

Hikmah ketujuh dari kitab Al-Hikam ini, terkait janji Allah s.w.t  dengan mata hati dan Nur Sir (Rahsia atau batin). Persoalan mata hati telah disentuh pada Hikmah ke lima. Penyingkapan rahasia mata hati menemukan kita dengan persoalan diri zahir, diri batin dan seterusnya kepada persoalan roh. Pembahasan mata hati membawa kepada pengenalan terhadap Alam Barzakh dan keabadian. Mata hati yang kuat, tidak berhenti pada Alam Barzakh, ia terus meningkat  kepada peringkat alam yang lebih tinggi yang dinamakan Alam Malakut . Pandangan mata hati seterusnya sampai kepada kulit alam yang dinamakan Arasy Yang Meliputi. Semua makhluk Allah s.w.t menghuni ruang yang di dalam atau dibatasi oleh kulit atau kerangka alam, yaitu Arasy. 


Tidak ada mahluk yang wujud di luar dari kulit alam. Walaupun kulit alam merupakan kejadian Tuhan yang paling luar, namun mata hati tidak berhenti di situ saja. Mata hati terus menerobos ‘di luar’ dari kulit alam, yang disebut  Alam Ketuhanan. Di sini timbul persoalan berat dan rumit untuk diuraikan. Semua kejadian berada di dalam kulit alam. Kulit alam adalah yang terakhir. Apabila sampai kepada kulit alam tidak boleh lagi dikatakan wujud alam ketuhanan di luar, selepas, di balik dan istilah-istilah lain, karena tidak ada apa-apa lagi. Wujud  ketuhanan bukanlah satu jenis alam lain. Tidak boleh dikatakan wujud alam ketuhanan setelah alam kita ini. Allah s.w.t Berdiri Dengan Sendiri, tidak menempati ruang. 

Jika demikian persoalannya bagaimanakah yang dikatakan ketuhanan sedangkan kita sudah menjelajah ke seluruh alam maya namun, Allah s.w.t tidak juga ditemui?  Antara alam yang sementara dengan alam abadi terdapat Alam Barzakh. Barzakh adalah perhubung. Barzakh itulah yang menghubungkan dua keadaan yang berbeda. Jika terdapat barzakh di antara makhluk dengan makhluk, terdapat juga barzakh di antara Tuhan dengan makhluk. Barzakh inilah yang menjadi penghubung di antara Tuhan dengan hamba. Tanpa barzakh ini tidak mungkin berlaku kewujudan makhluk yang diciptakan Tuhan karena tidak ada tali atau jembatan yang menghubungkan. Barzakh di antara Allah s.w.t dengan hamba itu dinamakan Sir atau Rahasia, yaitu Rahasia Allah s.w.t, yang hanya Allah s.w.t yang mengetahui hakikat yang sebenarnya. 

Rahasia inilah yang memungkinkan ada hubungan di antara Pencipta dengan yang di cipta. Sir atau Rahsia itu memancarkan nurnya kepada mata hati. Mata hati yang bersuluhkan  Nur Sir (rahsia ketuhanan) akan mendapat pengenalan tentang Sir dan mengalami suasana tauhid  peringkat yang tertinggi. Apabila hakikat Sir ditemui, maka nyatalah firman Allah s.w.t:
وَنَحنُ أَقرَبُ إِلَيهِ مِن حَبلِ الوَريدِ 


Dan Kami adalah lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, - ( Ayat 16 : Surah Qaaf )
  وَهُوَ مَعَكُم أَينَ ما كُنتُم


Dan Ia tetap bersama-sama kamu di mana saja kamu berada. ( Ayat 4 : Surah al-Hadiid )
وَاللَّهُ خَلَقَكُم وَما تَعمَلونَ 


“Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu!”( Ayat 96 : Surah as-Saaffaat )
وَما تَشاءونَ إِلّا أَن يَشاءَ اللَّهُ رَبُّ العٰلَمينَ 


Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. ( Ayat 29 : Surah at-Takwiir)


Tiada daya dan upaya kecuali beserta Allah.

Apa yang ada pada kita semuanya adalah karunia dari Allah s.w.t. Kemauan kita untuk melakukan amal salih datangnya dari Iradat Allah s.w.t, tanpa Iradat Allah s.w.t kita akan menjadi dungu, tidak berkemauan. Apabila kita melakukan amal kebaikan, kita tidak terlepas dari menggunakan daya dan upaya yang datangnya dari Allah s.w.t. Tanpa Kudrat Allah s.w.t kita tidak mampu bergerak. keinginan kita untuk berdoa dan beramal adalah karunia dari Allah s.w.t.
يَمُنّونَ عَلَيكَ أَن أَسلَموا ۖ قُل لا تَمُنّوا عَلَىَّ إِسلٰمَكُم ۖ بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيكُم أَن هَدىٰكُم لِلإيمٰنِ إِن كُنتُم صٰدِقينَ 


"Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: ""Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar". ( Ayat 17 : Surah al-Hujuraat )


 Kehendak  dan perbuatan kita adalah anugerah dari Allah s.w.t. Jadi, apakah hak kita untuk menuntut Allah s.w.t dengan doa dan amal kita ?. Memang benar Allah s.w.t berjanji untuk mengabulkan semua doa dan mengaruniakan sesuatu menurut amalan. Tetapi, tidak ada makhluk-Nya yang layak menagih janji tersebut. Janji Allah s.w.t kembali kepada diri-Nya Sendiri. Jangan coba-coba menuntut janji Allah s.w.t,  karena andainya Dia menuntut kamu dengan amanah yang dipertaruhkan kepada kamu niscaya semua amalan kamu akan hancur berterbangan seperti debu, tidak ada walau sebesar bijipun yang layak dipersembahkan kepada-Nya apabila kamu dihadapkan kepada keadilan-Nya.


Maka dari itu, berteduhlah di bawah payung rahmat dan keampunan-Nya, jangan diungkit-ungkit tentang amal kamu dan janji-Nya. Contohilah akhlak Rasulullah s.a.w yang telah menerima janji Allah s.w.t, yaitu baginda s.a.w telah bermimpi memasuki kota Makkah. Kaum muslimin percaya bahwa mimpi Rasulullah s.a.w adalah mimpi yang benar dan mereka yakin bahwa itu adalah janji Allah s.w.t kepada Rasul-Nya, yang Dia mengizinkan mereka bersama-sama memasuki kota Makkah sekalipun musyrikin Quraisy masih menguasai kota tersebut. Kaum muslimin berangkat dari Madinah ke Makkah. Rombongan mereka dihadang sebelum sampai di Makkah. Kaum musyrikin enggan membenarkan kaum muslimin memasuki Makkah. 


Akibat  dari peristiwa itu terjadilah Perjanjian Hudaibiah. Rasulullah s.a.w setuju agar kaum muslimin tidak memasuki Makkah pada tahun itu. Sayidina Umar al-Khattab r.a yakin akan mimpi Rasulullah s.a.w. Beliau r.a juga percaya bahwa mimpi Rasulullah s.a.w itu adalah janji Allah s.w.t mengizinkan mereka memasuki kota Makkah. Beliau r.a juga yakin bahwa lantaran janji Allah swt adalah benar, maka bertegas memasuki Makkah walaupun dengan cara berperang adalah tindakan yang benar. Beliau r.a menganjurkan agar berperang supaya kebenaran mimpi Rasulullah s.a.w dan kebenaran janji Allah s.w.t menjadi kenyataan. Iman Umar r.a yang sangat mendalam membuatnya mau maju terus menurut petunjuk yang sampai kepada beliau r.a. tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri. Sayidina Abu Bakar as-Siddik yang Nur Sirnya lebih sempurna daripada Nur Sir Umar r.a bersikap menyetujui tindakan Rasulullah s.a.w mengadakan Perjanjian Hudaibiah. Melalui pancaran Nur Sirnya,  Abu Bakar r.a dapat menyaksikan apa yang terlindung dari pandangan mata hati Umar r.a.


Kemudian ternyata perjanjian tersebut banyak memberi manfaat kepada kaum muslimin. Ternyata kebijaksanaan Rasulullah saw mengadakan Perjanjian Hudaibiah dan kebenaran pandangan mata hati Abu Bakar r.a melalui pancaran Nur Sirnya. Sesuai dengan Perjanjian Hudaibiah, pada tahun berikutnya kaum muslimin dapat memasuki kota  suci Makkah secara aman. Benarlah apa yang dimimpikan oleh Rasulullah s.a.w dan benarlah janji Allah s.w.t. Rasulullah s.a.w menerima janji Allah s.w.t sebagai satu karunia yang wajib diyakini dengan cara bertawakal kepada Allah s.w.t dalam pelaksanaannya. 


Bila terjadi sesuatu yang pada zahirnya menghalangi terlaksananya  janji Allah swt itu Rasulullah saw tidak menagih Allah swt dengan janji tersebut, sebaliknya baginda saw mengembalikannya kepada Allah swt. Sebagai balasan terhadap kerelaan menerima takdir Allah swt, maka Allah swt karuniakan pula Perjanjian  Hudaibiah yang banyak membantu perkembangan dakwah Islam. Allah s.w.t  juga tidak sekali-kali melupakan janji-Nya mengizinkan kaum muslimin menziarahi tanah suci Makkah, dengan rahmat-Nya kaum muslimin memasuki kota Makkah pada tahun berikutnya dalam suasana aman. Jadi, apabila janji  Allah s.w.t dikembalikan kepada Allah swt maka Allah swt melaksanakannya.


Peristiwa di atas memberi pengajaran kepada kita tentang Sir. Sayidina Abu Bakar as-Siddik ra melebihi sahabat-sahabat yang lain lantaran Sirnya, yaitu Rahasia pada hati nuraninya yang menghubungkannya dengan Allah s.w.t. Sir yang menguasainya itulah yang menjadikannya as-Siddik. Beliau ra dapat membenarkan kebenaran Nabi Muhammad s.a.w tanpa ragu. Beliau r.a membenarkan peristiwa Isra’ dan Mi’raj ketika kebanyakan kaum Quraisy menafikannya. Abu Bakar ra bukanlah seorang dungu yang bertaklid secara membuta tuli. 

Tetapi, apa yang sampai kepadanya diakui oleh Sirnya yang memperoleh  pengesahan dari Allah swt. Cahaya kebenaran yang keluar dari Rasulullah saw dan cahaya kebenaran yang keluar dari Sir Abu Bakar ra adalah sama, sebab itulah Abu Bakar ra membenarkannya tanpa usul dan tanpa meminta bukti. Bukti apa lagi yang diperlukan,  apabila Sir telah mendapat jawaban dari  Allah swt. Sir atau Rahasia Allah swt itulah yang tidak terputus dari  Allah swt, senantiasa menghadap kepada Allah swt dan mendengar Kalam Allah swt. Sir itulah yang mengenal Allah swt

Kemurnian Sir Abu Bakar as-Siddiq r.a terbukti lagi ketika kewafatan Rasulullah saw. Umar ra yang dikuasai oleh iman yang sangat kuat yang melahirkan cinta yang mendalam terhadap Rasulullah saw, Kekasih Allah swt, dikuasai kecintaan itu, beliau ra mau memancung kepala siapa saja yang mengatakan Rasulullah saw sudah wafat. Tetapi, Abu Bakar ra, yang kecintaannya terhadap Rasulullah saw melebihi kecintaan Umar ra mampu mengatakan, “Siapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad sudah wafat. 

Siapa yang menyembah Allah s.w.t maka Allah s.w.t tidak akan wafat selama-lamanya!” Begitulah murninya cahaya atau nur  yang diterima oleh Abu Bakar ra di dalam hatinya yang dipancarkan oleh Sir. Tidak salah jika dikatakan sekiranya mau memahami hakikat Sir maka fahamilah diri Sayidina Abu Bakar as- Siddiq ra. Mengenali beliau ra membuat seseorang mengenali tanda-tanda Sir.


Kalam Hikmah ketujuh ini memberi panduan untuk memahami hakikat Sir. Tanda seseorang tidak mendapat sinaran Nur Sir ialah dia meragui janji-janji Allah swt, lantaran dia mendefinisikan janji Allah s.w.t menurut seleranya sendiri. Bagaimana kedudukan kita terhadap janji Allah swt begitulah keadaan hati kita berhubung dengan Rahsia  Allah swt atau Sir.




Silahkan Baca Juga Artikel yang Terkait:

Comments :

0 komentar to “7 : JANGAN RAGU TERHADAP JANJI ALLAH”

Posting Komentar

LANGGANAN ARTIKEL

sufisme

Masukkan Email Anda dan Anda akan mendapatkan artikel terbaru dari sufisme news langsung di email Anda

 

Baner Links